Di Indonesia, kondisi lapisan bawah bumi berbeda-beda, ada lokasi-lokasi  dengan produktivitas akuifer langka  mengakibatkan tingginya tingkat kegagalan pengeboran sumur di berbagai wilayah.

Baru 10 menit pompa dinyalakan sudah habis. tunggu beberapa jam, dinyalakan lagi, 5 menit habis. Ini karena lapisan tanah tidak menyimpan air, mau seberapa dalam pun dibor, jika tidak menyimpan air akan sama saja. 

Akibatnya, banyak proyek pengeboran berakhir dengan kegagalan, dengan estimasi tingkat kegagalan mencapai 40-60% di beberapa area. Situasi ini tidak hanya menyebabkan pemborosan uang, tapi waktu terbuang sia-sia.
Untuk mengatasi masalah ini, teknologi deteksi akuifer yang canggih, seperti alat magnetotelurik dengan paten internasional, menjadi sangat krusial. Teknologi ini menawarkan tingkat akurasi yang sangat tinggi dalam mengidentifikasi lapisan pembawa air, secara signifikan meningkatkan tingkat keberhasilan pengeboran dan efisiensi operasional.

Metode geofisika pasif yang memanfaatkan variasi alami medan elektromagnetik di Bumi untuk memetakan resistivitas listrik bawah permukaan. Ideal untuk identifikasi akuifer air tanah.

Alat ini selain mendeteksi sumber akuifer,  juga bisa mengetahui kondisi bebatuan bawah tanah. Bisa menghemat biaya pengeboran dengan menghindari batuan keras.

Beberapa hal penting dari alat ini adalah, alat ini sangat mudah dioperasionalkan. Tidak perlu banyak orang. 1-2 orang saja cukup. Hal ini karena tidak perlu memasang kabel ratusan meter. Hasil yang simpel dan hanya menggunakan handphone, menjadikannya bisa dipakai oleh orang awam sekalipun.